Selasa, 09 Oktober 2012

induksi dan deduksi

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Tujuan berfilsafat ialah menemukan kebenaran yang sebenarnya. Jika kebenaran yanng sebenarnya itu disusun secara sistematis, jadilah ia sistematika filsafat. Sistematika filsafat itu biasanya terbagi atas tiga cabang besar filsafat, yaitu teori pengetahuan, teori hakikat, dan teori nilai.
Hasil berfikir tentang segala sesuatu yang ada dan mungkin ada itu tadi telah banyak sekali terkumpul, didalam berbagai buku. Setelah di susun secara sistematis ia dinamakan sistematika filsafat, disebut juga struktur filsafat.
Karena objek penelitian filsafat luas sekali dan sifat penelitiannya yang mendalam, hasil penelitian itu bertabah terus dan tidak ada yang dibuang maka hasil pemikiran yang terkumpul dalam sistematika filsafat menjadi banyak sekali. Jangankan untuk mempelajarinya untuk memetakan atau membaginya saja akan mendapat kesulitan. Oleh karena itu tidak ada yang berani mengaku bahwa ia ahli filsafat ada pun orang hanya mengaku sebagai ahli filsafat hukum atau ahli dalam aksistensialisme saja.
Pengetahuan manusia ada tiga macam, yaitu pengetahuan sains, pengetahuan filsafat, dan pengetahuan mistik. Pengetahuan itu diperoleh manusia melalui berbagai cara dan dengan menggunakan berbagai alat. Pengetahuan yang diperoleh oleh manusia melelui akal, indera, dan lain-lain mempunyai metode tersendiri dalam teori pengetahuan diantaranya yang akan di behas dalam makalah ini mengenai metode induksi dan metode deduksi.


B.    Rumusan masalah
1.    Bagaimana sejrah induksi deduksi?
2.    Apa pengertian dari induksi dan deduksi?
3.    Contoh apa saja yang dapat menerangkan tentang induksi dan deduksi?
C.    Tujuan
1.    Menjelaskan sejarah induksi dan deduksi
2.    Menjelaskan mengenai pengertian induksi dan deduksi
3.    Memaparkan mengenai contoh yang berkaitan dengan induksi dan deduksi












BAB II
PEMBAHASAN
A.    Sejarah Induksi dan Deduksi
Pola berpikir induksi berkembang pesat dalam konteks revolusi saintifik pada abad 16 dan 17. Pada masa itu pula lahirlah apa yang sekarang ini kita kenal sebagai ilmu pengetahuan modern. Disebut revolusi karena pada masa itu, segala pandangan-pandangan lama di dalam masyarakat dengan sangat cepat dibuang, dan segera digantikan dengan pandangan-pandangan baru yang didasarkan pada metode penelitian ilmiah. Perubahan besar ini dimulai dengan karya-karya Galileo Galilei (1564-1642), dan mencapai puncaknya dalam karya Isaac Newton (1642-1727) tentang fisika. Bahkan dapat dikatakan bahwa perkembangan di dalam fisika adalah tanda majunya seluruh ilmu pengetahuan pada masa itu. Fisika adalah garda depan perkembangan ilmu pengetahuan modern. Hal ini terjadi karena ilmu fisika mampu memberikan penjelasan, dan bahkan prediksi, yang kuat atas terjadinya berbagai fenomena alam. Juga di dalam fisika terjadi perkembangan teknologi yang amat pesat, seperti lahirnya teleskop, mikroskop, dan berbagai peralatan lainnya.
Untuk memahami revolusi saintifik yang terjadi pada abad 16 dan 17, kita juga perlu mencermati fenomena yang disebut sebagai revolusi Kopernikan. Intinya begini bahwa pusat dari alam semesta bukanlah bumi (geosentris), melainkan matahari (heliosentris). Apa arti penting dari perubahan pandangan ini? Arti pentingnya terletak pada pokok argumen berikut, bahwa pemikiran Aristoteles (388-322 SM), yang sudah mendominasi dunia selama kurang lebih 500 tahun, runtuh. Dunia –terutama Eropa- mengalami perubahan paradigma yang begitu mengagetkan.  Para pemikir baru lahir dengan gagasan dan metode pendekatan yang amat berbeda dengan pola berpikir Aristotelian. Gagasan dan metode tersebut pun terbukti mampu memberikan pengetahuan-pengetahuan baru yang sebelumnya tak ada. Di dalam filsafat ilmu pengetahuan, pengetahuan seringkali diartikan sebagai kepercayaan yang telah terbukti benar. Ilmu pengetahuan modern menyediakan sarana untuk pembuktian, apakah suatu pengetahuan itu layak disebut pengetahuan, atau tidak. Sarana itulah yang disebut sebagai metode, yakni seperangkat prosedur yang bisa digunakan untuk membedakan antara pengetahuan dan bukan pengetahuan.  Permasalahannya adalah metode yang berupa seperangkat prosedur itu seringkali tidak cukup memadai untuk digunakan sebagai alat pembeda antara pengetahuan dan bukan pengetahuan. Sampai sekarang para ahli masih memperdebatkan metode macam apakah yang tepat untuk digunakan di dalam memperoleh pengetahuan yang benar.
Di dalam revolusi saintifik, kritik tajam ditujukan pada paradigma Aristotelian. Namun apa saja inti dari paradigma ini, yang berhasil mendominasi Eropa dan Timur Tengah selama kurang lebih 500 tahun? Aristotelian adalah sebuah aliran berpikir yang memang berpijak pada pemikiran Aristoteles, namun juga mengalami percampuran dengan tradisi-tradisi berpikir lainnya. Pada era abad pertengahan, pemikiran Aristoteles mengalami percampuran dengan ajaran Kristiani. Hasilnya adalah kosmologi (pandangan tentang alam) skolastik yang menjelaskan gerak planet-planet, sampai mengapa benda jatuh ke bawah, ketika dilepaskan. Pandangan ini begitu kuat tertanam di dalam pikiran para intelektual Kristiani abad pertengahan. Isinya kira-kira begini: bumi dan langit adalah dua entitas yang berbeda. Di dalam bumi segala sesuatu berubah, dan akan berakhir pada kehancuran. Di dalam bumi tidak ada yang sempurna. Segala sesuatu yang ada di dalam bumi merupakan campuran dari tanah, udara, api, dan air. Sementara langit adalah entitas yang sempurna dan abadi. Segala sesuatu yang ada di langit, termasuk bintang-bintang, bulan, dan matahari, bersifat permanen; tidak berubah.
Perlu juga diingat bahwa tidak semua pemikir Eropa sepakat dengan pandangan Aristotelian, sebagaimana dibahas di atas. Namun pandangan Aristotelian tersebut rupanya digunakan oleh otoritas Gereja Katolik Roma Eropa pada masa itu, sehingga bisa tetap menjadi paradigma yang dominan. Proses perubahan paradigma terjadi secara perlahan, namun pasti. Memang ada beberapa peristiwa yang kontroversial, seperti konflik Gereja Katolik Roma dengan Galileo Galilei. Pada akhir abad ke-17, pemikiran non-Aristotelian, sebagaimana diperkenalkan oleh Galileo dan Newton, sudah diterima secara umum oleh masyarakat. Salah satu peristiwa yang amat penting, yang amat perlu untuk menjadi catatan bagi kita, adalah terbitnya buku yang berisi teori tentang gerak-gerak planet yang ditulis oleh Nicolaus Copernicus (1473-1543) pada 1543. Di dalam kosmologi Aristotelian, bumi adalah pusat dari alam semesta. Semua benda langit bergerak mengelilingi bumi dalam bentuk lingkaran. Pandangan ini kemudian diperkuat dengan penelitian matematis yang dilakukan oleh Ptolemy dari Alexandria yang hidup sekitar 150 tahun sebelum Masehi.
B.    Pengertian Indiksi dan Deduksi
1.    Metode induktif
Induksi yaitu suatu metode yang menyampaikan pernyataan-pernyataan hasil observasi dan disimpulkan dalam suatu pernyataan yang lebih umum.yang bertolak dari pernyataan-pernyataan tunggal sampai pada pernyataan universal.
Dalam bahasa yang lebih sederhana dapat dijelskan bahwa metode Induksi yaitu Induksi adalah cara berpikir untuk menarikkesimpulan yang bersifat umum dari khusus-khusus yang bersifat individual. Penalaran ini di mulai dari kenyataan-kenyataan yang bersifat khusus dan terbatas di akhiri dengan pernyataan yang bersifat umum .
Inti dari logika induktif adalah pengumpulan data sebanyak mungkin terkait dengan fenomena yang diteliti, eksperimen, dan penarikan kesimpulan berdasarkan eksperimen yang dilakukan dengan berpijak pada data yang telah ada.
Jika mau dirumuskan dengan sangat singkat, pola berpikir induktif adalah “prinsip berpikir yang menarik kesimpulan dari pengamatan terhadap kejadian-kejadian partikular menuju pada generalisasi dari kejadian-kejadian itu Syaratnya adalah pengamatan yang dilakukan harus bersih dari semua bentuk prasangka. Jika semua ini sudah dilakukan, maka, menurut Ladyman, pengetahuan yang kita peroleh adalah pengetahuan yang bisa dipertanggungjawabkan. Pengetahuan ini nantinya bisa kita gunakan untuk menjelaskan berbagai hal yang ada di dunia, ataupun untuk melakukan prediksi kejadian di masa depan
Terdapat dua cara penyimpulan yang terdapat dalam logika. Itu adalah deduksi dan Induksi. Sebenarnya pola berfikir ini sudah sering kita lakukan namun tidak kita sadari. Karena pola ini menggambarkan pola kerja otak kita, induksi dan deduksi sangat penting bagi penelitian dalam ilmu pengetahuan.
2.    Metode Deduktif
Deduksi yaitu suatu metode yang menyimpulkan bahwa data-data empiris diolah lebih lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang runtut.hal-hal yang harus ada dalam metode deduktif ialah adanya perbandingan logis antara kesimpulan-kesimpulan itu sendiri. Ada penyelidikan bentuk logis teori itu dengan tujuan apakah teori tersebut mempunyai sifat empiris atau ilmiah, ada perbandingan dengan teori-teori laindan ada pengujian teori dangan jalan menerapkan secara empiris kesimpulan-kesinmpulan yang bisa ditarik dari teori tersebut.  
Dalam bahasa yang lebih sederhana Deduksi dapat diartikan sebagai pola berfikir dari umum ke khusus. Pola ini sering kita pakai dalam kehidupan sehari-hari. Kita melihat gambaran besar sebelum ke gambaran yang lebih spesifik.
Dari sudut pandang ilmu modern, pola deduktif tidak terlalu berguna, karena dianggap tidak memiliki dasar empiris, dan tidak membuka orang pada pengetahuan baru. Misalnya jika kita ingin tahu pengaruh matahari pada kain katun, kita tidak bisa menggunakan pola berpikir deduktif. Kita harus menjemur kain katun di panas matahari, sampai semua dampaknya terlihat. Di dalam paradigma ilmu pengetahuan modern, aktivitas penelitian selalu terkait dengan proses pengumpulan data, eksperimen, dan mengamati secara detil apa yang terjadi di dalam dunia. Paham semacam ini lahir dari pandangan empirisme di dalam filsafat, yakni pandangan yang menyatakan, bahwa pengetahuan hanya dapat diperoleh melalui pancara indera manusia, dan bukan melalui pikiran semata. Pengetahuan sebagai kepercayaan yang dapat dipertanggungjawabkan perlu memiliki bukti-bukti yang diperoleh melalui pengumpulan data.
penarikan kesimpulan induktif pada hakikatnya berbeda dengan penarikan kesimpulan secra deduktif. Dalam penalaran deduktif maka kesimpulan yang ditarik akan benar jika premis-premis yang digunakan adalah benar dan prosedur penarikan kesimpulan sah. Sedangkan dalam penalaran induktif meskipun premis-premisnya benar dan prosedur penarikan kesimpulan sah, kesimpulan itu belum tentu benar yang dapat kita katakana adalah bahwa kesimpulan itu mempunyai peluang (cukup besar) untuk benatr. 
C.    Contoh- Induksi dan Deduksi
1.    Cintoh induksi
Besi dipanaskan memuai
Seng dipanaskan memuai
Emas dipanaskan memuai
Timah dipanaskan memuai
Platina di panaskan memuai
Jadi: semua logam jika dipanaskan memuai

kerbau punya mata. anjing punya mata. kucing punya mata. setiap hewan punya mata
Penalaran induktif membutuhkan banyak sampel untuk mempertinggi tingkat ketelitian premis yang diangkat. untuk itu penalaran induktif erat dengan pengumpulan data dan statistik.
Contoh lainnya
Contoh metode induksi ini sendiri seperti ilmu mengajarkan kita bahwa kalau logam dipanasi ia akan mengembang, bertolak dari teori ini akan diketahui bahwa logam lain kalau dipanasi  juga akan mengembang. Dari contoh diatas bisa diketahui bahwa induksi tersebut memberikan suatu pengetahuan yang disebut sintetik.
2.    Contoh deduksi
Kita misal kita memikirkan soal anjing. Anjing memiliki ciri-ciri berkaki empat, berekor dan bertaring. Maka kesimpulannya, anjing Budi seharusnya memiliki kaki empat, berekor dan bertaring.
Sebelum kita melihat anjing Budi kita punya gambaran mengenai Anjing. Andai kita menemukan anjing budi berkaki dua dan bersayap kita bisa merubah gambaran kita mengenai anjing atau mempertanyakan apakah peliharaan budi adalah anjing.
Contoh lainnya   
Seperti dicontohkan oleh Ladyman, pola berpikir logika akan mengambil bentuk seperti ini
1.    Setiap manusia pasti mati
2.    Andre adalah manusia
3.    Dengan demikian Andre pasti mati.
Juga perhatikan contoh berikut;
1.    Semua kucing adalah pemikir hebat
2.    Kucrit adalah kucing.
3.    Dengan demikian Kucrit adalah pemikir hebat.
Di dalam argumen pertama, kita bisa melihat, bahwa dua premis pertama bisa dibenarkan. Maka premis ketiga yang merupakan kesimpulan juga bisa dibenarkan. Sementara pada argumen kedua, premis pertama masih diragukan kebenarannya. Maka premis ketiga yang merupakan kesimpulan juga masih bisa diragukan kebenarannya. Hukum logika dasar sebagaimana dirumuskan oleh Aristoteles adalah sebagai berikut, jika premis ada yang salah, maka kesimpulan pasti salah. Jika kesimpulan salah maka premis masih bisa benar, walaupun harus dipastikan lebih jauh. Inilah yang disebut sebagai pola berpikir deduktif, yakni refleksi rasional tentang argumentasi .

BAB III
PENUTUP
A.    kesimpulan
Induksi  yaitu suatu metode yang menyampaikan pernyataan-pernyataan hasil observasi dan disimpulkan dalam suatu pernyataan yang lebih umum.yang bertolak dari pernyataan-pernyataan tunggal sampai pada pernyataan universal.
Dalam bahasa yang lebih sederhana dapat dijelskan bahwa metode Induksi yaitu Induksi adalah cara berpikir untuk menarikkesimpulan yang bersifat umum dari khusus-khusus yang bersifat individual. Penalaran ini di mulai dari kenyataan-kenyataan yang bersifat khusus dan terbatas di akhiri dengan pernyataan yang bersifat umum
Seperti Contohnya
Besi dipanaskan memuai
Seng dipanaskan memuai
Emas dipanaskan memuai
Timah dipanaskan memuai
Platina di panaskan memuai
Jadi: semua logam jika dipanaskan memuai
Deduksi yaitu suatu metode yang menyimpulkan bahwa data-data empiris diolah lebih lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang runtut.hal-hal yang harus ada dalam metode deduktif ialah adanya perbandingan logis antara kesimpulan-kesimpulan itu sendiri. Ada penyelidikan bentuk logis teori itu dengan tujuan apakah teori tersebut mempunyai sifat empiris atau ilmiah, ada perbandingan dengan teori-teori laindan ada pengujian teori dangan jalan menerapkan secara empiris kesimpulan-kesinmpulan yang bisa ditarik dari teori tersebut.
Dalam bahasa yang lebih sederhana Deduksi dapat diartikan sebagai pola berfikir dari umum ke khusus. Pola ini sering kita pakai dalam kehidupan sehari-hari. Kita melihat gambaran besar sebelum ke gambaran yang lebih spesifik.
Contoh dalam deduksi yaitu misal kita memikirkan soal anjing. Anjing memiliki ciri-ciri berkaki empat, berekor dan bertaring. Maka kesimpulannya, anjing Budi seharusnya memiliki kaki empat, berekor dan bertaring.
Sebelum kita melihat anjing Budi kita punya gambaran mengenai Anjing. Andai kita menemukan anjing budi berkaki dua dan bersayap kita bisa merubah gambaran kita mengenai anjing atau mempertanyakan apakah peliharaan budi adalah anjing.
Jadi penarikan kesimpulan induktif pada hakikatnya berbeda dengan penarikan kesimpulan secra deduktif. Dalam penalaran deduktif maka kesimpulan yang ditarik akan benar jika premis-premis yang digunakan adalah benar dan prosedur penarikan kesimpulan sah. Sedangkan dalam penalaran induktif meskipun premis-premisnya benar dan prosedur penarikan kesimpulan sah, kesimpulan itu belum tentu benar yang dapat kita katakana adalah bahwa kesimpulan itu mempunyai peluang (cukup besar) untuk benar.
B.    Saran
Manusia dalam berbuat tentunya terdapat kesalahan yang sifatnya tersilap dari yang telah ditetapkan atau seharusnya. Apalagi dalam kegiatan menyusun makalah ini. Untuk itu, penulis harapkan dari pembaca, mohon kritik dan sarannya guna perbaikkan penyusunan selanjutnya

DAFTAR PUSTAKA
Drs.H.Mundiri, 2011. “logika“, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
A.Susanto, M.Pd. 2011. “Filsafat Ilmu” Jakarta: PT Bumi Aksara
Jujun s. suriasumantri, 2005, “filsafat ilmu” Jakarta: Pustaka sinar harapan

Drs .H.Burhanudin Salam, logika material (filsafat ilmu pengetahuan), 1997,hlm.161
http://edukasi.kompasiana.com/2011/09/27/metode-induksi-di-dalam-penelitian-ilmiah/
http://rumahfilsafat.com/2011/09/27/metode-induksi-di-dalam-penelitian-ilmiah/
http://www.filsafatilmu.com/artikel/objek-kajian/deduksi-dan-induksi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar